Lubanglubang pembantaian orang-orang yang dituduh komunis di Aceh pada 1965 dapat ditemukan di berbagai tempat, termasuk di perbukitan Seulawah, Sigli. BBC News Indonesia mendatanginya, bertemu
Kota Semarang yang kita kenal dengan kota metropolitan, ternyata memiliki sebuah Kampung Batik Semarang. Kampung Batik Semarang merupakan salah satu kampung di Kota Semarang yang unik dan menarik yang selalu dikaitkan dengan batik Semarang sejak zaman dulu hingga sekarang. Kampung Batik Semarang ini letaknya ada di seputar daerah Bubagan Semarang. Kampung Batik Semarang Batik yang terkenal di kampung ini berciri khas Kota Semarang, seperti gambar Pohon Asem, Tugu Muda dan Lawang Sewu. Pemahaman ini hampir 95% orang mengetahui akan hal itu. Namun, pada pemahaman yang lebih luas lagi batik Semarang bukan hanya pada gambar tersebut. Karena pada dasarnya khasanah batik Semarang lebih mempunyai khasanah yang lebih luas dan luar biasa yang terkandung di dalamnya. Awal mula Batik Semarang muncul sekitar tahun 1800 an, hal ini berhubungan dengan dengan berdirinya Kota Semarang. Motif dari Batik Semarang sendiri dalam khasanah yang lebih luas banyak ditemui antara lain motif flora yang berupa kembang sepatu dan fauna yang berupa kupu-kupu. Dalam perjalanan sejarahnya Batik Semarang ini berhubungan dengan percampuran budaya antara Arab, Jawa dan Cina yang diterjemahkan dalam bentuk gambaran Warag Ngendog. Sejarah Kampung Batik Semarang Pada zaman penjajahan Jepang, Kampung Batik Semarang ini dibakar oleh Jepang, tidak hanya Kampung Batik saja. Akan tetapi, kampung – kampung yang ada di sekitarnya juga seperti Kampung Kulitan, Kampung Rejosari, Kampung Bugangan. Upaya tersebut dilakukan dengan maksud supaya kalau Belanda menduduki lagi, sentral – sentral ekonomi ini sudah tidak bisa digunakan lagi oleh Belanda. Termasuk semua alat-alat batik juga dirusak semuanya. Kendati demikian, seperti semua sudah dibakar ada satu pabrik batik yang selamat yaitu “Batik Kerij Tan Kong Tin”. Pabrik ini berdiri di daerah Bugangan dengan pemiliknya seorang Tiong Hoa. Tan Kong Tin adalah anak dari Tan Siauw Liem salah seorang tuan tanah di daerah Semarang. Dia menikah dengan keturunan Hamengku Buwono III yaitu Raden Ayu Dinartiningsih. Sebagai seorang putri raja pastilah punya keterampilan membatik. Dengan keterampilannya Raden Ayu Dinartiningsih memadukan batik dengan gambar ciri khas Yogya dengan daerah pesisir. Selanjutnya diteruskan oleh generasi kedua, yaitu Raden Nganten Sri Murdijanti hingga bertahan sampai tahun 1970 an. Di generasi kedua ini hasil yang dicapai malah lebih berhasil dalam pengelolaan pabrik batik ini. Mulai dari proses awal berupa desain batik carik, pembatik sampai pada proses celup sampai semuanya dikuasai dengan sempurna. Rata-rata pekerja pabrik pada zaman itu adalah orang-orang seputar daerah Bugangan. Rata-rata batik yang dihasilkan dari pabrik ini disenangi oleh para pejabat Belanda dan Pribumi pada saat itu, selain itu juga para pedagang dan para wisatawan juga ikut menyenangi batik ini. Perkembangan Kampung Batik Semarang Kampung Batik Semarang dalam sejarah dari tahun 1970 sampai 1980 an, pada saat itu mati total tidak ada aktivitas membatik. Baru kemudian pada tahun 2005 mulai ada kegiatan, hal ini berlangsung karena ada anggapan “kok namanya Kampung Batik Semarang”. Akan tetapi, kok tidak ada orang yang membatik, maka mulailah kegiatan seperti pelatihan membatik sering digalakan, hal ini bertujuan untuk memfasilitasi dan merevitalisasi Kampung Batik Semarang. Pada waktu itu terkenal dengan Batik Krajan, Batik Gedong, Batik Tengah, Batik Malang, Batik Kubur Sari dan Batik Kandang Wedus yang terkenal dengan motifnya sendiri-sendiri. Akan tetapi sayang motif itu tidak terekam secara visual, dan ini sebenarnya menjadi harta karun yang belum ditemukan sampai sekarang visual pada motif batik-batik ini. Awal tahun 2007 atau 2008 salah satu tokoh yang mengenalkan Batik Semarang ini yang juga tinggal di Kampung Batik Semarang dia adalah Eko Haryanto, awalnya dia juga tidak tahu. Ada pepatah “ tak kenal maka tak sayang”, setelah mengenal Batik Semarang lewat pelatihan Eko Haryanto merasa ini harus dilestarikan dan kalau bukan kita siapa lagi. Maka dengan tekad yang bulat dia melakukan apa saja untuk melestarikan Batik Semarang ini. Sampai mencapai tingkatan expert untuk apapun yang berhubungan dengan hal batik. Dari proses awal sampai akhir Eko Haryanto sangat mengerti sekali tentang proses membatik ini. Bahkan beberapa kali dijadikan pembicara dalam workshop permasalahan batik ini. Pada tanggal 2 Oktober 2009 adalah awal kebangkitan batik, di mana UNESCO menetapkan batik berasal dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banyak Negara yang mengakui batik merupakan warisan leluhur mereka, seperti Malaysia, Cina, Australia, India bahkan Belanda serta masih banyak Negara Asia lainnya. Namun, yang ada klarifikasi dari UNESCO yang tidak bisa dipenuhi oleh negara – negara pengklaim tersebut kecuali Indonesia. Batik adalah Warisan Budaya Indonesia yang Adiluhung Ada tiga daerah yang ditanya oleh UNESCO dan jawaban ke tiga daerah itu sama semua, daerah itu antara lain Solo, Pekalongan dan Lasem. Pertanyaannya yang sepele, kamu belajar dari membatik dari siapa? Jawabannya dari ibu, nenek. Kemudian pertanyaan kedua yaitu kapan mulai belajar membatik? Jawabannya dari kecil. Itulah yang dijadikan sebagai dasar bagi UNESCO untuk menjadikan batik berasal dari Indonesia karena ketiga daerah tersebut jawabanya sama semua satu sama lainnya. Sedangkan negara lain yang mengklaim batik dari negara – negara mereka sendiri jawabannya semua berbeda tidak ada yang sama sekalipun. Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang adiluhung. Melalui Kampung Batik Semarang ini Eko Haryanto ingin membuat batik Semarang lebih dikenal oleh masyarakat luas khususnya Kota Semarang sendiri. Maka dari itu, dia berharap agar Pemerintah membantu peningkatan sumber daya manusianya. Karena di sinilah sebenarnya kunci untuk melestarikan Batik Semarang ini bisa lanjut sampai kapanpun serta pemasarannya. Semua pihak kalau ingin konsisten melestarikan warisan budaya ini maka harus kompak, bukan hanya pemerintah saja tetapi instansi-instansi terkait juga harus ikut andil. Kalau pembuat kebijaksanaan dalam hal ini Pemerintah Kota Semarang, ikut andil Eko Haryanto yakin Batik Semarang ini akan tetap lestari, misalnya digalakkan setiap hari jumat diwajibkan pakai Batik Semarang di semua instansi maupun sekolah di Semarang. Mau tidak mau mereka akan membeli Batik Semarang ini yang dijual oleh perajin. Dengan begitu Batik Semarang semakin laku dan dikenal oleh masyarakat Semarang. Belanja Batik Semarang Tidak afdal rasanya jika kamu tidak membeli sehelai kain batik di sentral batik. Di sini, kamu bisa menemukan puluhan toko batik yang menyediakan kain – kain indah dengan berbagai motif yang ada. Kamu bisa menemukan motif batik dari berbagai daerah di Indonesia karena warga yang tinggal di kampung ini pun berasal dari pelosok negeri. Namun, Batik Semarangan yang harus kamu beli karena kamu sedang langsung berada di pusatnya. Hunting Foto Wisata Semarang Tidak bisa dipungkiri bahwa Kampung Batik Semarang juga merupakan surga bagi para pecinta foto karena lokasinya yang instagrammable sekali. Lokasi di kampung ini dipenuhi dengan berbagai grafiti indah yang menggambarkan tentang batik maupun kebhinekaan Indonesia. Rumah-rumah warga pun tak kalah untuk dicat warna-warni hingga menjadi menarik dan sayang untuk tidak diabadikan. Salah satu spot yang wajib untuk berswafoto adalah plang Kampoeng Jadoel yang berada di daerah Kampung Batik Tengah. Titik ini menjadi salah satu ikon Kampung Batik Semarang dan bisa menjadi tanda bahwa kamu sudah pernah datang ke sentral batik di Semarang ini. Di dekat situ pun terdapat foto – foto yang menggambarkan Semarang tempo doeloe dan pembuatan batik yang sudah ada sejak zaman dahulu. Pokoknya kamu akan puas untuk mengunggah foto ke media sosial karena banyaknya tempat yang bisa kamu telusuri di Kampung batik Semarang ini. Demikian, info mengenai keunikan Kampung Batik Semarang. Terima kasih kepada kamu yang sudah mengulangkan waktunya untuk membaca. Semoga bermanfaat.
Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS pekerja paksa pada zaman penjajahan jepang. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu.
SEMARANG, - Pertempuran lima hari di Kota Semarang menyisakan banyak kenangan. Salah satunya adalah Kampung Batik. Pada 14 Oktober 1945 Kampung Batik menjadi salah satu lokasi perjuangan Badan Kemanan Rakyat BKR bersama warga Kota Semarang melawan Jepang. Sedikitnya 200 rumah warga Kampung Batik dibakar oleh tentara Jepang karena perlawanan tersebut. Sekarang Kampung Batik mempunyai wajah baru. Kampung tersebut sudah menjadi sentra batik yang bagus untuk juga Bima Arya Ajak Wali Kota Seluruh Indonesia Kunjungi Kampung Batik Kauman Solo Namun, walaupun sudah 77 tahun berlalu, bekas keberingasan militer asing saat Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaan, masih tersimpan di Kampung Batik. Selain dibakar, Kampung Batik juga diberondong senjata api yang membuat beberapa pintu rumah warga Kampung Batik, Christina Riyastuti sengaja memperlihatkan daun pintu jati yang berlubang karena peluru Jepang. Kondisi daun pintu tersebut masih utuh, namun, lubang besar nampak menghiasi bagian tengah atas daun pintu tersebut. "Lubang tersebut bekas peluru dari senapan tentara Jepang, saat terjadi Pertempuran Lima Hari di Semarang," jelasnya saat ditemui di kediamannya, Jumat 14/10/2022. Ia menjelaskan, daun pintu tersebut dulu terpasang di rumah kakeknya yang ada di Kampung Batik. "Kata kakek saya, lubang yang ada di daun pintu itu dari senapan tentara Jepang saat perang lima hari di Kota Semarang," ucapnya. Pemerhati Sejarah Semarang, Johanes Christiono mengatakan, pertempuran lima hari di Kampung Batik pecah pada 17 Oktober 1945.
BPUPKIdi masa pemerintahan Jepang, dan kemerdekaan diraih saat Jepang berkuasa atas Indonesia.ESQNews.id, JAKARTA - Salah satu ulama yang dikenal gigih dalam mengusir penjajah di Indonesia adalah Zainal Mustafa. Ulama yang vokal memperjuangkan kemerdekaan ini berakhir dengan hukuman mati oleh pemerintahan Jepang setelah berjuang melakukan pemberontakan yang dikenal dengan Pemberontakan
SEMARANG - Kampung Batik yang selama ini dikenal sebagai sentra batik di Kota Semarang rupanya tak hanya melahirkan para pembatik. Di kampung yang dideklarasikan sebagai Kampoeng Djadoel ini menyimpan sejarah panjang yang mengiringi perjalanan Kota Semarang. Tepat pada Minggu 17/10/2020 malam, warga Kampung Batik Semarang melakukan napak tilas dengan mengadakan peringatan peristiwa 17 Oktober yakni pembakaran Kampung Batik oleh pasukan Kido Butai yang menguasai Kota Semarang kala itu. Warga melakukan rangkaian acara untuk mengenang perjuangan rakyat pada 75 tahun silam. "Tanggal 17 Oktober 1945 kampung ini dibakar oleh Jepang. Kami di sini mengenang pikuknya warga saat itu yang kemudian bekerjasama gotong-royong menyirami rumah-rumah warga yang dibakar," terang Ign Luwi Yanto, salah satu inisiator peringatan ini. Dikisahkan, Kampung Batik ini dahulu menjadi tempat penyusunan rencana serangan umum rakyat Semarang dalam melawan kedudukan penjajah Jepang di wilayah Kotalama. Saat itu tepat pada tanggal 17 Oktober, Jepang yang telah menguasai sekeliling Kampung Batik dengan total 200 personil rupanya telah mengendus rencana rakyat yang dipimpin Budancho Moenadi itu. Pasukan Jepang curiga lantaran rakyat berbondong-bondong keluar kampung mengajak anak-anak hingga kemudian menyerang Kampung Batik dengan cara membakar dan menembak. "Saat itu menjelang magrib, Jepang sudah mendahului menembaki kampung batik dan akhirnya depan kampung Sayangan itu dibakar," ungkap Candra, inisiator lainnya. Berkat sumur yang ada di kampung itu, warga berhasil memadamkan kobaran api hingga menyisakan satu rumah warga. "Di antara bukti sejarah yang masih ada adalah sumur yang masih digunakan hingga sekarang. Juga pintu warga yang tertembak peluru Jepang," kata Luwi menunjukkan. *
Penindasan pemerkosaan dan perampasan menjadi kata kunci dalam memaknai kengerian penjajahan Jepang. Pria berseragam tentara, berkulit Asia, mengacungkan senapan dan melempar bom seolah-olah datang dari neraka yang disebut Jepang. Kuasa dan kontrol membakar keringat serta darah dalam keterpaksaan.
SEMARANG – Batik Semarang ternyata telah menempuh perjalanan sejarah yang cukup panjang serta memiliki ciri khas dan keunikan, sehingga layak dikembangkan dan dicatat sebagai warisan budaya. Sejarawan Fakultas Ilmu Budaya FIB Universitas Diponegoro UNDIP, Prof Dr Dewi Yuliati MA mengatakan bahwa keberadaan Kampung Batik di Kawasan Bubakan atau Jurnatan merupakan indikasi bahwa kerajinan batik sudah tumbuh dan berkembang di Semarang sejak wilayah ini menjadi sebuah kota. Di Jawa ada kebiasaan memberi nama kampung toponim di sekitar pusat-pusat kekuasaan berdasarkan mata pencaharian atau profesi warganya. Di sekitar Bubakan yang merupakan pusat pemerintahan Semarang kuno, selain ada Kampung Batik tempat para pengrajin batik tinggal dan berkegiatan, ada Kampung Pedamaran yang merupakan tempat perdagangan damar sebagai bahan pewarna batik, Sayangan yang merupakan sentra pengrajin alat rumah tangga berbahan perunggu, Petudungan yang menjadi tempat pengrajin caping dan lainnya. “Keberadaan Kampung Batik dan Pedamaran menjadi indikator bahwa industri kerajinan batik sudah mengakar di Semarang,” kata Prof Dewi Yuliati yang sudah melakukan beberapa penelitian sejarah Semarang sejak masa pembentukannya pada pertengah abad ke-16 sampai dengan abad ke-20. Gambar 1. Situasi Kerajinan Batik di Kampung Batik di Semarang pada tahun 1910 Sumber Guru besar Ilmu sejarah dari Prodi Sejarah FIB Undip ini mengungkapkan bahwa informasi tentang Bubakan sebagai pusat pemerintahan Semarang kuno termuat dalam Serat Kandhaning Ringit Purwo naskah KGB No 7, yang menceritakan pada tahun 1476 Ki Pandan Arang I telah menetap di Pulau Tirang. Peristiwa itu ditandai dengan candra sengkala Awak Terus Cahya Jati. Kemudian Ki Pandan Arang membuka tempat permukiman baru di daerah pegisikan atau pantai, dan menurut cerita tradisi tempat itu diberi nama Bubakan, berasal dari kata “bubak” yang berarti membuka sebidang tanah dan menjadikannya sebagai tempat permukiman. Mengenai nama tempat di kawasan itu yang disebut Jurnatan, menurut Dewi, juga terkait dengan keberadaannya sebagai pusat pemerintahan. Jurnatan diduga menjadi tempat Ki Pandan Arang I menjabat sebagai juru nata pejabat kerajaan di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Karena menjadi tempat tinggal sang juru nata, kemudian tempat tersebut dikenal dengan Jurnatan. Kedudukan Kampung Batik menjadi bagian tak terpisahkan dari pusat kekuasaan, yaitu sebagai penyedia kebutuhan bahan sandang bagi para penguasa, pegawai pemerintah, serta masyarakat kota. Batik Semarang, katanya, memang tidak memiliki motif yang baku. Namun produknya bisa dikenali dari pemakaian motif yang naturalis dan realistik seperti burung merak yang melambangkan keindahan dan perlindungan keluarga, bangau yang menjadi simbol panen dan kemakmuran, ayam jago sebagai simbol kejantanan, dan kupu-kupu yang melambangkan keindahan, kesuburan, dan harapan mencapai kedudukan yang tinggi. Motif lainnya adalah ikan sebagai simbol kemaritiman, daun asam yang diyakini sebagai awal penamaan Semarang, pohon bambu sebagai simbol kemudahan hidup, bukit sebagai simbol kekotaan Semarang, dan laut simbol kemaritiman. Ciri-ciri lain dari batik semarang adalah pemakaian warna yang cerah. Kultur pesisir yang terus terang dimanifestasikan dalam pilihan warna terang seperti merah, oranye, ungu, dan biru. “Warna cerah menjadi ciri khas batik semarang yang mudah dikenali,”ungkapnya, Selasa 16/3/2021 Dari catatan yang ada, pada abad 19 diketahui ada 2 wanita Indo-Eropa yang masuk dalam industri batik di Semarang. Nyonya Oosterom & Nyonya Von Franquemont telah membuat batik dengan 59 motif, antara lain tokoh-tokoh wayang, naga, Dewi Shih Wang Mu dan pohon persik, dan garuda. Ada juga sarung dengan motif isen-isen ikan. Gambar 2. Batik Semarang tahun 1860, Perusahaan Von Franquemont; Motif Dewi Shi Wang Mu, burung burung phoenix dan pohon persik. Catatan Dewi Shi Wang Mu adalah dewi pengatur surga bagian Barat, pemberi kesejahteraan, usia panjang, dan kebahagiaan abadi. Buah persik diyakini oleh masyarakat Cina sebagai obat untuk kelangsungan hidup keabadian para dewa-dewi. Dewi Hsi Wang Mu selalu ditemani oleh burung phoenix = satwa dalam mitologi Cina yang melambangkan keagungan dan kecantikan. Masa kejayaan batik Semarang terjadi awal abad ke-20, yang dapat dilihat dari banyaknya penduduk pribumi yang mengandalkan mata pencaharian mereka di sektor industri kerajinan batik. Hal itu tercatat dalam laporan pemerintah kolonial Belanda tentang keberadaan industri di berbagai Karesidenan di Jawa. Pada rentang tahun 1919-1925, jumlah usaha dalam sektor kerajinan batik di Semarang berkembang dalam jumlah unit usaha dan tenaga kerjanya. Dalam Catatan Koloniaal Verslag pada tahun 1919 di Semarang ada 25 industri batik dengan 58 tenaga terampil dan 176 pekerja kasar, sementara di tahun 1925 jumlah industrinya ada 107 perusahaan dengan 491 tenaga terampil dan 317 tenaga kasar. Perkembangan itu terkait dengan Perang Dunia I yang membuat impor tekstil dari India, Belanda, dan Inggris terhenti. Kebutuhan sandang harus dipenuhi produk lokal, dan batik menjadi pilihannya. Namun, masuknya Jepang pada tahun 1943 merusak semuanya, Kampung Batik menjadi salah satu sasaran pembakaran. Memang masih ada perusahaan batik yang bertahan, dan berkembang sampai tahun 1970-an seperti “ASACO” dan Tan Kong Tien Batikkerij milik pengusaha Tionghoa Tan Kong Tien yang menikah dengan salah satu keturunan Hamengku Buwono III, Raden Ayu Dinartiningsih. Tan Kong Tien adalah salah seorang putera dari Tan Siauw Liem, seorang tuan tanah dan mayor di Semarang, yang kekayaan tanahnya meliputi kawasan Bugangan sampai Plewan seluas 90 ha. Dia memperoleh keahlian membatik dari istrinya yang masih kerabat keraton Jogja. Batik Semarangan bangkit lagi dengan dilakukannya pelatihan di tahun 2006 yang diinisiasi oleh para peneliti dari Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Undip dan didukung pemerintah Kota Semarang. Masa awal kepemimpinan Walikota Hendrar Prihardi kembali mendorong kebangkitan batik Semarang sebagai identitas budaya. “Pada kondisi seperti sekarang, dibutuhkan bantuan yang lebih konkrit. Selain pendampingan dan pelatihan, bantuan modal dan promosi sangat penting. Apalagi kalau Batik Semarang bisa dipakai sebagai busana seragam di lingkungan Pemkot Semarang, industri kerajinan Batik Semarang ini pasti akan bergerak lagi,” harap Dewi Yuliati.
Padatanggal 14 Oktober 1945 malam, pasukan Batalyon Kido merencanakan serangan kilat dari Jatingaleh, dengan tujuan menguasai kota Semarang, melucuti senjata para pemuda, dan membebaskan orang-orang Jepang yang ditawan.
Motif batik asam arang diambil dari laman batik figa, Kamis 13/8/2020. SEMARANG — Semarang memiliki batik khas yang banyak dikenal sebagai batik semarangan. Batik yang dipercaya muncul sejak abad XVIII ini sempat hilang karena adanya perang saat masa penjajahan Jepang. Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Meski tidak dikenal sebagai salah satu kota batik, Semarang tetap memiliki batik khasnya sendiri. Batik yang dibuat di Semarang biasa dikenal sebagai batik semarangan. Batik semarangan dipercaya berkembang pada abad 18. Batik khas Kota Semarang itu pada awalnya digunakan sebagai sarana penyebaran agama Islam oleh Ki Ageng Pandan Arang. Batik semarangan banyak berkembang di beberapa kampung batik di Semarang, salah satunya adalah Kampung Rejomulyo. Ini Beda Batik Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran Namun, akibat adanya Pertempuran Lima Hari, kampung-kampung batik di Semarang habis terbakar. Proses pembuatan batik semarangan akhirnya terhenti. Pada tahun 1980 sempat muncul benih sentra batik. Namun, tidak bertahan lama karena tidak adanya generasi yang meneruskan tradisi membatik di kota itu. Pada tahun 2006, industri di kampung batik kembali dibangun. Pembinaan dilakukan secara teknis mengenai cara pembuatan batik mulai dari pembuatan pola hingga pewarnaan dengan bahan alami. Hingga pada tahun 2007 dilakukan seminar mengenai beragam motif batik khas Semarang. Ragam Motif Semarangan Batik semarangan bukanlah benda budaya yang berkembangan di lingkungan keraton. Hal ini menyebabkan batik jenis ini tidak memiliki pakem atau aturan tertentu dalam pembuatannya. Motif dan warna dalam batik khas Semarang dibuat sesuai dengan keinginan pembuatnya. Pada awalnya, batik khas Semarang didominasi oleh motif flora dan fauna. Namun, karena dianggap kurang variatif, para pengrajin mulai mengembangkan motif baru dalam batik semarangan. Demi Bisa Belajar Online, Bocah Grobogan Jadi Kuli Bangunan Pengrajin mulai menggambar ikon-ikon Semarang untuk dijadikan motif batik. Adapun motif batik yang menggambarkan ikon Semarang beberapa di antaranya batik lawang sewu, batik blekok srondol, dan batik asem arang. Batik lawang sewu menggambarkan bangunan yang menjadi destinasi wisata favorit di Semarang, yakni Lawang Sewu. Batik blekok srondol menggambarkan sepasang burung blekok yang saling berhadapan. Batik ini terinspirasi oleh keberadaan blekok liar di kawasan Srondol. Sedangkan untuk motif asem arang terinspirasi dari pohon asem arang yang tumbuh pada akhir abad 15 yang sekaligus menjadi cikal bakal nama Semarang. KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya Baca Juga Mempertahankan Eksistensi Kampung Batik Semarang Menengok Industri Batik di Kampung Batik Semarang Jangan Lewatkan, Semua Tentang Batik Ada di Virtual Amazing Batik Solopos Mengenal Kekayaan Blora dari Batik Khasnya Yuk Mengenal Uniknya Ragam Hias Batik Magelang Batik Ciprat, Karya Unik Penyandang Disabilitas yang Banyak Diburu Mengenal Batik Bakaran, Buah Pelarian Abdi Majapahit di Pati
. 490 256 331 280 105 369 62 148
mengapa pada zaman penjajahan jepang membakar kampung batik semarang